
Hari Guru Sedunia 2025 kembali akan menjadi momen penting bagi seluruh dunia untuk mengapresiasi jasa pahlawan tanpa tanda jasa: para guru. Setiap tanggal 5 Oktober, dunia memperingati peran vital mereka dalam membentuk masa depan generasi penerus. Namun, di tengah gemuruh perayaan global tersebut, muncul sebuah pertanyaan mendasar yang terus menggema di Indonesia: apakah perayaan ini juga sejalan dengan realitas kesejahteraan guru di Indonesia? Sudahkah upaya-upaya yang dilakukan membawa dampak signifikan bagi harkat dan martabat profesi guru di Tanah Air?
Merayakan Dedikasi: Sejarah dan Makna Hari Guru Sedunia
Hari Guru Sedunia, yang ditetapkan UNESCO sejak tahun 1994, merupakan hari untuk menghormati guru atas peran sentral mereka dalam menyediakan pendidikan berkualitas. Tanggal ini dipilih untuk memperingati penandatanganan Rekomendasi ILO/UNESCO tentang Status Guru pada tahun 1966, sebuah dokumen penting yang menetapkan standar mengenai hak dan tanggung jawab guru, serta standar untuk persiapan awal dan pendidikan guru lebih lanjut, rekrutmen, pekerjaan, dan kondisi belajar-mengajar. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa status guru diakui dan dihormati di seluruh dunia, serta untuk mendorong negara-negara meningkatkan kondisi kerja dan kualitas pendidikan guru.
Di Indonesia, semangat Hari Guru Sedunia ini bersanding dengan Hari Guru Nasional pada 25 November, menciptakan dua momentum refleksi yang kuat. Namun, refleksi tersebut mestinya tidak hanya berhenti pada selebrasi, melainkan juga pada evaluasi mendalam terhadap kondisi nyata para pengajar.
Potret Kesejahteraan Guru di Indonesia Saat Ini
Perjalanan menuju kesejahteraan guru di Indonesia adalah sebuah narasi yang kompleks, penuh dengan dedikasi luar biasa di satu sisi, namun juga diwarnai tantangan yang tak kalah besar di sisi lain. Banyak guru, terutama di daerah terpencil dan perdesaan, bekerja dengan fasilitas minim, gaji yang tak sepadan, dan beban administrasi yang kian menumpuk.
Salah satu isu krusial adalah perbedaan mencolok antara status dan remunerasi guru. Guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) relatif memiliki kepastian gaji dan tunjangan, meskipun besarnya masih sering dianggap belum ideal untuk memenuhi kebutuhan hidup layak, terutama di kota-kota besar. Namun, guru honorer, terutama yang mengabdi di sekolah-sekolah swasta kecil atau di bawah yayasan tanpa dukungan negara yang kuat, seringkali hidup dalam ketidakpastian finansial yang parah. Gaji mereka bisa jauh di bawah upah minimum regional, bahkan ada yang hanya menerima ratusan ribu rupiah per bulan. Padahal, kontribusi mereka terhadap pendidikan sama pentingnya.
Upaya Pemerintah: Antara Harapan dan Realita
Pemerintah Indonesia tidak berdiam diri dalam menghadapi isu kesejahteraan guru. Berbagai kebijakan dan program telah diluncurkan, antara lain:
- Sertifikasi Guru dan Tunjangan Profesi Guru (TPG): Program ini bertujuan meningkatkan kompetensi profesional guru dan memberikan tunjangan bagi yang memenuhi syarat. TPG diharapkan dapat meningkatkan pendapatan guru bersertifikat.
- Pengangkatan PPPK: Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah gencar melakukan seleksi PPPK khusus guru, yang memberikan status kepegawaian lebih jelas dan gaji yang lebih layak dibandingkan status honorer.
- Bantuan Operasional Sekolah (BOS): Meskipun utamanya untuk operasional sekolah, sebagian dana BOS juga dapat digunakan untuk pembayaran gaji guru honorer, meskipun jumlahnya seringkali terbatas.
- Pendidikan Profesi Guru (PPG): Program ini dirancang untuk menyiapkan calon guru agar memiliki kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian yang utuh, sekaligus menjadi pintu masuk ke profesi guru yang lebih terstruktur.
Meskipun upaya-upaya ini patut diapresiasi, implementasinya masih menghadapi berbagai kendala. Jangkauan program yang belum merata, birokrasi yang kadang rumit, serta disparitas regional membuat hasilnya belum optimal. Masih banyak guru honorer yang terpinggirkan, belum terkover dalam program sertifikasi, atau belum berhasil lolos seleksi PPPK.
Menuju Kesejahteraan Guru yang Berkelanjutan setelah Hari Guru Sedunia 2025
Menjawab pertanyaan apakah guru di Indonesia sudah sejahtera saat Hari Guru Sedunia 2025 tiba, jawabannya masih “belum sepenuhnya.” Meski ada peningkatan, perjalanan masih panjang. Kesejahteraan guru tidak hanya bicara soal gaji, tetapi juga mencakup:
- Kepastian Status dan Karir: Guru honorer perlu mendapatkan jalur yang jelas untuk menjadi ASN (PNS/PPPK) dengan syarat yang realistis dan transparan.
- Pengembangan Profesional Berkelanjutan: Akses yang merata terhadap pelatihan dan pengembangan kompetensi, termasuk pemanfaatan teknologi, sangat penting agar guru tetap relevan dan inovatif.
- Fasilitas Kerja yang Memadai: Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang layak, terutama di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
- Pengakuan dan Penghargaan Sosial: Masyarakat dan pemerintah perlu terus menumbuhkan budaya menghargai profesi guru, yang tercermin tidak hanya dalam perayaan, tapi juga dukungan nyata.
- Kesejahteraan Psikologis: Beban kerja dan administrasi yang berlebihan dapat memengaruhi kesehatan mental guru. Lingkungan kerja yang suportif penting untuk mencegah burnout.
Kesimpulan: Komitmen Bersama untuk Guru
Peringatan Hari Guru Sedunia 2025 seharusnya menjadi momentum untuk merefleksikan janji dan tantangan. Ini adalah panggilan bagi pemerintah, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan untuk memperbarui komitmen dalam memastikan bahwa profesi guru di Indonesia benar-benar sejahtera. Kesejahteraan yang holistik, yang mencakup finansial, profesional, sosial, dan psikologis.
Guru adalah tulang punggung peradaban. Tanpa mereka, tidak ada kemajuan. Oleh karena itu, investasi pada kesejahteraan guru bukan hanya sekadar kewajiban, melainkan investasi paling fundamental untuk masa depan bangsa yang lebih cerah. Mari bersama-sama memastikan bahwa saat Hari Guru Sedunia tiba, setiap guru di Indonesia dapat merayakannya dengan kepala tegak, hati tenang, dan harapan akan masa depan yang lebih baik.