Migrain merupakan salah satu gangguan neurologis yang sering dijumpai dan dialami oleh lebih dari satu miliar individu di seluruh dunia. Migrain merupakan salah satu nyeri kepala primer dengan karakteristik nyeri berdenyut di satu sisi kepala, dengan intensitas sedang hingga berat. Saat serangan terjadi, penderita seringkali merasa mual, dapat disertai dengan muntah, keringat dingin serta menjadi lebih sensitif terhadap cahaya, suara dan gerakan.
Menariknya, kebanyakan dari penderita migrain adalah perempuan dan sekitar 50-60% perempuan mengalami serangan migrain saat menstruasi. Migrain saat menstruasi biasanya lebih parah dibandingkan dengan migrain pada waktu-waktu lain dan seringkali berulang. Berdasarkan definisi, migrain menstrual ditandai dengan serangan migrain yang dirasakan sejak dua hari sebelum atau tiga hari pertama periode menstruasi. Hal ini disebabkan penurunan kadar hormon estrogen secara cepat yang terjadi tepat sebelum menstruasi dimulai. Serangan migrain pada kondisi ini seringkali lebih berat, lebih lama dan menyebabkan sensitivitas cahaya yang lebih berat dibandingkan serangan di luar waktu menstruasi.
Meskipun patofisiologi migrain belum sepenuhnya dipahami, bukti menunjukkan bahwa faktor asupan makanan memainkan peran sebagai faktor pemicu sekaligus memengaruhi tatalaksananya. Beberapa makanan mungkin dikaitkan dengan terjadinya modulasi neuropeptida, neuroreseptor dan saluran ion, sistem saraf simpatis dan metabolisme glukosa otak. Selain itu, asupan beberapa makanan juga berpengaruh terhadap peradangan, pelepasan oksida nitrat dan vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah).
Ahli Saraf Hoffmann dan Recober menyatakan bahwa makanan dan minuman adalah pemicu migrain yang paling sering dilaporkan, terutama migrain menstrual. Beberapa di antaranya makanan yang digoreng, produk susu, kafein makanan olahan, seperti roti putih dan daging olahan. Studi lain dari Harvard University juga menunjukkan bahwa risiko migrain meningkat dengan konsumsi tiga cangkir kopi atau lebih dalam sehari, terutama bagi mereka yang biasanya mengkonsumsi kopi kurang dari jumlah tersebut. Kafein sebagai pemicu migrain tidak hanya karena konsumsi yang berlebihan tetapi juga dapat karena efek withdrawal, yaitu munculnya migrain pada penghentian/pengurangan tiba-tiba pada orang-orang yang rutin mengonsumsi kafein.
Penderita migrain juga seringkali sangat sensitif terhadap satu atau beberapa komponen makanan dan hal ini banyak dikaitkan dengan adanya atopik atau intoleransi makanan. Beberapa komponen sQpesifik yang diduga dapat memicu migrain adalah tiramin di keju, feniletilamin di cokelat, oktopamin di buah-buahan sitrus dan histamin di alkohol. Berbagai komponen ini dapat memediasi pelepasan serotonin dan norepinefrin, menyebabkan penyempitan pembuluh darah (vasokonstriksi) atau merangsang jalur saraf batang otak dan kortikal secara langsung. Dalam hal ini, tatalaksana migrain dapat dicobakan dengan mengeliminasi bahan makanan yang diduga memicu migrain dalam pola makan sehari-hari.
Selain menghindari pemicu, diet tinggi asam lemak omega-3 terbukti bermanfaat secara signifikan untuk mengurangi durasi, frekuensi dan derajat keparahan migrain. Asam lemak omega-3 dapat mengurangi produksi nitrit oksida dan serotonin dimana keduanya berperan dalam terjadinya serangan migrain. Dalam sebuah penelitian didapatkan bahwa penderita migrain yang diberi suplementasi omega-3 sebanyak 1 gram selama 2 bulan, mengalami penurunan frekuensi dan durasi serangan migrain hingga 74%.
Pemberian suplementasi riboflavin (vitamin B2) juga banyak diteliti untuk penderita migrain. Penelitian yang dilakukan oleh University of Maryland Medical Centre melaporkan bahwa konsumsi 400 mg riboflavin per hari dapat mengurangi durasi, frekuensi dan derajat keparahan serangan migrain. Riboflavin umumnya dapat dijumpai dengan mudah di berbagai bahan makanan sehari-hari seperti: hati sapi, hati ayam, telur, susu, daging merah, ikan, kacang almond, bayam, dan brokoli. Jika dirasa perlu, dapat diberikan suplementasi riboflavin hingga 400 mg per hari yang masih tergolong aman dan tidak menimbulkan efek samping tertentu bagi sebagian besar individu.
Dengan adanya berbagai rekomendasi diet untuk pencegahan dan tatalaksana migrain, tetap masih diperlukan pendekatan yang sesuai kebutuhan dan kondisi individu masing-masing. Hal tersebut terutama untuk penderita migrain yang disertai komorbiditas tertentu seperti diabetes, hipertensi, penyakit kardiovaskular sehingga membutuhkan intervensi diet khusus yang diatur sedemikian rupa. eliminasi atau penambahan diet tertentu perlu dikonsultasikan terlebih dahulu ke dokter spesialis gizi klinik. Eliminasi ataupun restriksi makanan tertentu harus dilakukan dengan cermat agar tidak menimbulkan risiko defisiensi zat gizi lain. Selain itu, kepatuhan penderita terhadap diet yang direkomendasikan akan sangat penting untuk mencapai hasil yang diharapkan. RSUI menyediakan layanan dokter spesialis gizi klinik yang kompeten dan handal.
Referensi:
- Amiri P, Kazeminasab S, Nejadghaderi SA, Mohammadinasab R, Pourfathi H, Araj-Khodaei M, et al. Migraine: A Review on Its History, Global Epidemiology, Risk Factors, and Comorbidities. Vol. 12, Frontiers in Neurology. Frontiers Media S.A.; 2022.
- Fransisca R. V. S, Sitorus F, Ali W. Prevalensi dan Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Migrain pada populasi usia muda di Jakarta. Majalah Kedokteran Neurosains Perhimpunan Dokter. Majalah Kedokteran Neurosains Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2007;
- Diener HC, Solbach K, Holle D, Gaul C. Integrated care for chronic migraine patients: Epidemiology, burden, diagnosis and treatment options. Clin Med (Lond). 2015;344–50.
- Schwedt TJ. Chronic migraine. BMJ. 2014;1416–89.
- Merikangas KR. Contributions of epidemiology to our understanding of migraine. Headache. 2013;230–46.
- Maasumi K, Tepper SJ, Kriegler JS. Menstrual Migraine and Treatment Options: Review. Vol. 57, Headache. Blackwell Publishing Inc.; 2017. p. 194–208.
- Nazari F, Eghbali M. Migraine and its relationship with dietary habits in women. Vol. 17, Iranian Journal of Nursing and Midwifery Research. 2012.
- Gazerani P. Migraine and diet. Vol. 12, Nutrients. MDPI AG; 2020. p. 1–11.
- Hoffmann J, Recober A. Migraine and triggers: Post hoc ergo propter hoc? Curr Pain Headache Rep. 2013;370–92.
- Altamura C, Botti G, Paolucci M. Promoting healthy eating can help preventing migraine: A real- life preliminary study. Neurol Sci. 2018;155–6.
- Hajjarzadeh S, Mahdavi R, Shalilahmadi D, Nikniaz Z. The association of dietary patterns with migraine attack frequency in migrainous women. Nutr Neurosci. 2018;1–7.
- Elizabeth Mostofsky, Murray A. Mittleman, Catherine Buettner, Wenyuan Li, Suzanne M. Bertisch. Prospective Cohort Study of Caffeinated Beverage Intake as a Potential Trigger of Headaches among Migraineurs. Am J Med. 2019;984–91.
- Nowaczewska M, Wiciński M, Kaźmierczak W. The ambiguous role of caffeine in migraine headache: from trigger to treatment. Nutrients. 2020 (12); 2259.
- Özturan A, Şanlıer N, Coşkun Ö. Migren ve beslenme İlişkisi. Vol. 22, Turk Noroloji Dergisi. Turkish Neurological Society; 2016. p. 44–50.
- Honarvar NM, Soveyd N, Abdolahi M, Bitarafan S, Tafakhori A, Sarraf P, et al. Iranian Journal of Neurology © 2017 Molecular mechanisms of omega-3 fatty acids in the migraine headache [Internet]. Vol. 16, Iran J Neurol. 2017. Available from: http://ijnl.tums.ac.ir
- Sadeghi O, Maghsoudi Z, Khorvash F, Ghiasvand R, Askari G. The relationship between different fatty acids intake and frequency of migraine attacks. Vol. 20, Iranian Journal of Nursing and Midwifery Research.
- Chen YS, Lee HF, Tsai CH, Hsu YY, Fang CJ, Chen CJ, et al. Effect of Vitamin B2 supplementation on migraine prophylaxis: a systematic review and meta-analysis. Nutr Neurosci. 2022;25(9):1801–12.