Penyebab Autisme pada Anak: Faktor Genetik, Lingkungan, dan Perkembangan Otak
Autisme pada Anak: Memahami Lebih Dalam Penyebab dan Faktor Pemicunya
Gangguan spektrum autisme (ASD) merupakan kondisi perkembangan saraf yang memengaruhi kemampuan anak dalam berkomunikasi, berinteraksi sosial, serta perilaku sehari-hari. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah anak dengan diagnosis autisme menunjukkan peningkatan yang signifikan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Namun, apa sebenarnya penyebab autisme pada anak-anak?
1. Faktor Genetik: Warisan dari Keluarga
Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa autisme memiliki hubungan kuat dengan faktor genetik. Anak yang memiliki saudara kandung atau orang tua dengan gangguan spektrum autisme cenderung memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kondisi serupa.
Beberapa gen tertentu yang mengatur perkembangan otak diyakini mengalami perubahan (mutasi), sehingga memengaruhi cara otak mengatur komunikasi antar sel saraf. Meski demikian, gen bukan satu-satunya penyebab — lingkungan juga berperan besar.
2. Faktor Lingkungan dan Kehamilan
Selain genetik, faktor lingkungan selama masa kehamilan dan awal kehidupan anak juga memiliki pengaruh. Beberapa kondisi yang dapat meningkatkan risiko autisme meliputi:
- Paparan zat berbahaya seperti pestisida, logam berat, atau polusi udara.
- Infeksi selama kehamilan, misalnya rubella atau toksoplasma.
- Usia orang tua, terutama ibu yang hamil di atas usia 35 tahun atau ayah di atas 40 tahun.
- Kelahiran prematur atau berat badan lahir rendah.
Para ahli juga menemukan bahwa stres berat selama kehamilan dapat memengaruhi perkembangan sistem saraf janin, sehingga meningkatkan risiko gangguan spektrum autisme.
3. Gangguan pada Perkembangan Otak
Studi neurobiologis menunjukkan bahwa anak dengan autisme mengalami perbedaan struktur dan fungsi otak, khususnya di bagian yang mengatur bahasa, interaksi sosial, dan emosi.
Pemindaian otak (MRI) memperlihatkan bahwa koneksi antara area otak tertentu pada anak autis cenderung tidak seimbang — terlalu kuat di beberapa bagian dan terlalu lemah di bagian lainnya. Hal inilah yang menyebabkan mereka mengalami kesulitan dalam memahami ekspresi sosial atau perubahan situasi di sekitar.
4. Mitos yang Harus Diluruskan
Salah satu kesalahpahaman umum adalah anggapan bahwa autisme disebabkan oleh vaksinasi. Penelitian ilmiah dari berbagai lembaga dunia, termasuk WHO dan CDC, telah membuktikan bahwa vaksin tidak menyebabkan autisme. Mitos ini berawal dari studi yang sudah lama ditarik kembali karena tidak valid secara ilmiah.
Autisme adalah kombinasi faktor genetik dan lingkungan, bukan akibat dari imunisasi atau pola asuh orang tua.
5. Pentingnya Deteksi Dini
Mendeteksi autisme sejak dini sangat penting untuk membantu anak berkembang secara optimal. Tanda-tanda awal biasanya muncul sebelum usia tiga tahun, seperti:
- Tidak merespons ketika dipanggil namanya.
- Menghindari kontak mata.
- Terlambat bicara atau tidak tertarik bermain dengan anak lain.
Jika orang tua melihat gejala tersebut, segera konsultasikan ke dokter anak atau psikolog perkembangan untuk evaluasi lebih lanjut.
6. Dukungan Orang Tua dan Terapi
Meskipun autisme tidak dapat “disembuhkan”, banyak anak dengan ASD mampu berkembang dengan baik melalui terapi intensif, seperti terapi wicara, terapi perilaku (ABA), dan terapi okupasi.
Dukungan keluarga sangat berperan besar. Kesabaran, konsistensi, dan penerimaan menjadi fondasi utama agar anak dapat tumbuh dengan percaya diri dan bahagia.

Kesimpulan
Penyebab autisme pada anak bukanlah hasil dari satu faktor tunggal. Genetika, lingkungan, serta kondisi biologis selama perkembangan otak memiliki peran penting.
Pemahaman yang tepat dan deteksi dini akan membantu anak mendapatkan intervensi yang sesuai sejak awal, sehingga potensi terbaik mereka bisa muncul sepenuhnya.